SALAF DAN
SALAFIYYAH
SECARA BAHASA,
ISTILAH, DAN WAKTU
Syaikh Salim bin
‘Id Al-Hilali hafizhahullaah berkata:
[1]- “Seorang
yang menempuh Manhaj Salafi; maka disyaratkan harus berada di atas bashiirah
(ilmu dan keyakinan):
{قُلْ هٰذِهِ سَــبِـيْـلِيْ أَدْعُوْ إِلَى
اللهِ عَلَى بَـصِيْـرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّــبَعَنِـيْ وَسُــبْـحَانَ اللهِ
وَمَا أَنَـا مِنَ الْمُشْرِكِيْـنَ}
“Katakanlah
(Wahai Rasul)!: ‘Inilah jalanku, aku berdakwah (mengajak) kepada Allah dengan
bashiirah (hujjah yang nyata); aku dan orang-orang yang mengikutiku, Maha Suci
Allah, dan aku tidak termasuk orang-orang musyrik’.” (QS. Yusuf:
108)…
[2]- Kata
(Salaf) ini secara bahasa menunjukkan atas: orang yang terdahulu dan
mendahului dengan ilmu, iman, keutamaan, dan kebaikan.
Ibnu Manzhur
berkata: “Dan Salaf juga bermakna: orang yang mendahuluimu; dari nenek moyangmu
dan karib kerabatmu yang mereka adalah di atasmu dari segi usia dan keutamaan.
Oleh karena itulah generasi pertama dari umat ini -dari kalangan Tabi’in-
disebut sebagai As-Salaf Ash-Shalih.”[1]
Saya katakan:
termasuk juga (kata “As-Salaf” secara bahasa): sabda Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam kepada putrinya; Fathimah:
فَإِنَّـهُ
نِعْمَ الـسَّلَفُ أَنَـا لَكِ
“Maka sungguh, sebaik-baik Salaf (pendahulu) bagimu adalah aku.”[2]
Dan diriwayatkan
dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam: sabda beliau kepada putrinya;
Zainab, ketika dia wafat radhiyallaahu ‘anhaa: “Hendaklah engkau
menyusul Salaf kita yang Shalih: ‘Utsman bin Madz’un.”[3]
[3]- Adapun secara
istilah; maka (Salaf) adalah sifat yang digunakan secara mutlak bagi para
Shahabat radhiyallaahu ‘anhum, dan selain mereka juga berserikat pada
nama itu dengan mengikuti dan meneladani (para Shahabat).
Al-Qalsyani
berkata: “As-Salaf Ash-Shalih adalah: generasi pertama yang kokoh dalam
keilmuannya, mereka berpetunjuk dengan petunjuk Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam dan menjaga Sunnah beliau. Allah Ta’aalaa memilih mereka
untuk menemani Nabi-Nya, menyaring mereka untuk menegakkan agama-Nya, dan
meridhai mereka untuk menjadi imam-imam bagi umat ini. Mereka berjihad di jalan
Allah dengan sebenar-benar jihad, mereka mencurahkan usaha untuk memberi
nasehat dan manfaat bagi umat, dan mereka mengorbankan jiwa-jiwa mereka dalam
mencari keridhaan Allah.
Dan Allah telah
memuji mereka dalam kitab-Nya dengan firman-Nya:
{مُـحَمَّدٌ رَسُــوْلُ اللهِ وَالَّذِيْـنَ مَـعَـهُ
أَشِـدَّاءُ عَـلَى الْـكُفَّارِ رُحَـمَاءُ بَــيْنَهُمْ...}
“Muhammad adalah utusan Allah, dan
orang-orang yang bersama dengan dia: bersikap keras terhadap orang-orang kafir,
tetapi berkasih sayang sesama mereka…” (QS. Al-Fath: 29)
Dan firman Allah
Ta’aalaa:
{لِلْـفُقَرَاءِ الْمُهَاجِرِيْنَ الَّذِيْنَ
أُخْرِجُوْا مِنْ دِيَارِهِمْ وَأَمْوَالِـهِمْ يَـبْـتَـغُوْنَ فَضْلًا مِنَ اللهِ
وَرِضْوَانًا وَيَنْصُرُوْنَ اللهَ وَرَسُوْلَهُ أُوْلٰئِكَ هُمُ الصَّادِقُوْنَ}
“(Harta
rampasan itu juga) untuk orang-orang fakir yang berhijrah yang terusir dari
kampung halamannya dan meninggalkan harta bendanya demi mencari karunia dari
Allah dan keridhaan(-Nya) dan (demi) menolong (agama) Allah dan Rasul-Nya.
Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hasyr: 8)
Dan
Allah Ta’aalaa menyebutkan kaum Muhajirin dan Anshar dalam ayat ini. Kemudian
Allah memuji para pengikut mereka, dan Allah meridhainya dan orang-orang yang
datang setelah mereka.
Dan
Allah mengancam dengan adzab atas orang yang menyelisihi mereka dan mengikuti
selain jalan mereka; Dia berfirman:
{وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُوْلَ مِنْ بَعْدِ مَا
تَــبَــيَّـنَ لَهُ الْـهُدَى وَيَــتَّبــعْ غَيْرَ سَبِيْلِ الْمُؤْمِنِيْنَ
نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيْرًا}
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul
(Muhammad) setelah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan
jalan orang-orang mukmin; Kami biarkan dia dalam kesesatan yang telah dilakukannya
itu, dan Kami masukkan dia ke dalam Neraka Jahannam, dan (Neraka Jahannam) itu
seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An-Nisaa’: 115)
Maka wajib
mengikuti mereka dalam apa yang mereka nukilkan, dan meneladani jejak mereka
dalam apa yang mereka amalkan, dan memohonkan ampunan bagi mereka, Allah Ta’aalaa
berfirman:
{وَالَّذِيْنَ جَاءُوْا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُوْلُوْنَ
رَبَّــنَا اغْفِرْ لَــنَا وَلإخْوَانِــنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْإِيْـمَانِ...}
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka
(Muhajirin dan Anshar), mereka berdo’a: “Wahai Rabb kami, ampunilah kami dan
saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami…”
(QS. Al-Hasyr: 10).”[4]
Dan Ahlul Kalam
dari zaman dahulu sampai sekarang juga menetapkan istilah (Salaf) ini.
Al-Ghazali
berkata -memberikan pengertian Salaf-: “Yakni: madzhab para Shahabat dan
Tabi’in.”[5]
Al-Baijuri
berkata: “Yang dimaksud dengan Salaf adalah: orang yang terdahulu; dari
kalangan para Nabi, Shahabat, Tabi’in, dan Tabi’ut Tabi’in.”[6]
Para ahli ilmu pada
generasi utama juga telah saling menukilkan istilah ini untuk menunjukkan atas
zaman Shahabat dan Manhaj mereka:
1. Imam Al-Bukhari
berkata dalam Kitab Shahiih-nya: Rasyid bin Sa’d berkata: “Para Salaf
dahulu menyukai kuda jantan, kerena lebih kencang dan lebih kuat.”[7]
Al-Hafizh Ibnu Hajar
rahimahullaah menafsirkan kata “As-Salaf” dengan perkataannya: “Yakni:
dari kalangan para Shahabat dan orang-orang setelah mereka.”
Saya katakan: Yang
dimaksud adalah: para Shahabat radhiyallaahu ‘anhum; karena Rasyid bin
Sa’d adalah seorang Tabi’in, maka Salaf menurutnya adalah: para Shahabat radhiyallaahu
‘anhum, tidak diragukan lagi.
2. Imam
Al-Bukhari juga berkata: “Bab: Keadaan Para Salaf Yang Menyimpan Makanan,
Daging, Dan Lain-Lain Dalam Safar (Perjalanan) Mereka.”[8]
Saya katakan: Yang
dimaksud adalah: para Shahabat radhiyallaahu ‘anhum.
3. Beliau juga
berkata: Az-Zuhri berkata tentang tulang binatang -seperti gajah dan lainnya-: “Saya
dapati sekelompok Salaf ulama menyisir (rambut) dengannya, dan meminyaki dengan
menggunakannya, mereka tidak menganggap masalah terhadap hal tersebut.”[9]
Saya katakan:
Yang dimaksud adalah para Shahabat radhiyallaahu ‘anhum; karena Az-Zuhri
adalah seorang Tabi’in.
4. Imam Muslim meriwayatkan
dalam Muqaddimah Shahiih-nya, dari jalan Muhammad bin ‘Abdullah, dia
berkata: Saya mendengar ‘Ali bin Syaqiq berkata: Saya mendengar ‘Abdullah bin
Mubarak berkata di hadapan manusia: “Tinggalkanlah hadits (yang diriwayatkan
oleh) ‘Amr bin Tsabit; kerena sungguh dia mencela Salaf.”[10]
Saya katakan:
Yang dimaksud adalah para Shahabat radhiyallaahu ‘anhum.
5. Al-Auza’i
berkata: “Sabarkanlah dirimu di atas Sunnah, dan berhentilah sebagimana kaum
(Salaf) berhenti (tidak membicarakan), katakanlah sesuai dengan apa yang mereka
katakana, tempuhlah jalan As-Salafush Shalih; karena sungguh, akan mencukupimu
apa yang telah mencukupi mereka.”[11]
Saya katakan:
Yang dimaksud adalah para Shahabat ridhwaanallaahi ‘alaihim.
Oleh karena
itulah: kata “As-Salaf” mendapatkan makna secara istilah ini, yang tidak digunakan
pada selainnya.
[4]- Adapun secara
waktu; maka (kata “As-Salaf”) tersebut digunakan untuk menunjukkan atas
generasi terbaik dan paling berhak untuk diteladani dan diikuti; yaitu tiga
generasi utama yang dipersaksikan dengan kebaikan melalui lisan sebaik-baik
manusia: Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam dengan sabda beliau:
خَيْرُ
النَّاسِ قَرْنِيْ، ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ، ثُمَّ الَّذِيْنَ
يَلُوْنَهُمْ، ثُمَّ يَـجِيْءُ أَقْوَامٌ تَسْبِقُ شَهَادَةُ أَحَدِهِمْ
يَـمِيْنَهُ، وَيَـمِيْنُهُ شَهَادَتَهُ
“Sebaik-baik manusia adalah generasiku (mereka
yang hidup pada masaku), kemudian yang setelahnya, kemudian yang setelahnya.
Kemudian akan datang orang-orang dimana kesaksian salah seorang di antara
mereka mendahului sumpahnya, dan sumpahnya mendahului kesaksiannya.”[12]
Akan tetapi
membatasi hanya secara waktu saja adalah tidak tepat untuk pengertian kata
“As-Salaf”, karena kita ketahui banyak dari kelompok sesat dan bid’ah telah muncul
benih-benihnya pada waktu tersebut. Oleh karena itulah: keberadaan seseorang di
zaman tersebut tidaklah mencukupi untuk menghukuminya bahwa dia berada di atas
Manhaj Salaf selama dia tidak sesuai dengan para Shahabat radhiyallaahu
‘anhum dalam memahami Al-Kitab dan As-Sunnah. Sehingga para ulama
mengikatnya dengan istilah: As-Salaf Ash-Shalih (Salaf yang shalih).
Dari sini kita
mengetahui bahwa istilah “As-Salaf” ketika digunakan; maka tidak hanya berlaku
pada zaman saja, akan tetapi digunakan untuk para Shahabat Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam, dan orang yang mengikuti mereka dengan baik.
Atas tinjauan
ini; maka telah tetap istilah “As-Salaf”, yaitu digunakan untuk orang yang
menjaga keselamatan ‘Aqidah dan Manhaj di atas (jalan) yang Rasulullah shallallaahu
‘alahi wa sallam dan para Shahabatnya berada di atasnya, sebelum terjadinya
perselisihian dan perpecahan.
[5]- Adapun kata
“As-Salafiyyah”; maka ini merupakan penisbatan kepada “As-Salaf”, dan ini
merupakan penisbatan yang terpuji kepada Manhaj yang lurus, dan bukan
mengada-adakan madzhab yang baru.
Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyyah rahimahullaah berkata:
لَا عَيْبَ
عَلَى مَنْ أَظْهَرَ مَذْهَبَ السَّلَفِ، وَانْتَسَبَ إلَيْهِ، وَاعْتَزَى
إلَيْهِ، بَلْ يَـجِبُ قَبُولُ ذٰلِكَ مِنْهُ بِالْاِتِّـــفَاقِ، فَإِنَّ
مَذْهَبَ السَّلَفِ لَا يَكُوْنُ إلَّا حَقًّا
“Tidak ada aib
bagi orang yang menampakkan madzhab Salaf dan menisbatkan diri kepadanya,
bahkan wajib menerima yang demikian itu darinya berdasarkan kesepakatan (para
ulama), karena madzhab Salaf itu pasti benar.”[13]
Sebagian orang
yang sebenarnya dia tahu akan tetapi sengaja menyelewengkan makna: ketika dia
menyebut “As-Salaf”; maka dia menganggap bahwa itu adalah: sebuah ruang lingkup
baru untuk sebuah jama’ah Islam baru, yang melepaskan dirinya dari inti jam’ah
Islam yang (harusnya hanya) satu, kemudian (jama’ah baru) ini menjadikan
pengertian tertentu untuk dirinya, sehingga (merasa) berbeda dengan kaum
muslimin lainnya dari segi hukum-hukum dan kecondongannya. Bahkan merasa
berbeda dari mereka dari segi asal muasalnya dan berbagai timbangan akhlaknya.[14]
Maka ini sama
sekali tidak sesuai dengan realita Manhaj Salafi. Karena “As-Salafiyyah”
maknanya adalah: Islam yang dibersihkan dari kotoran-kotoran peradaban
terdahulu dan warisan kelompok-kelompok (sesat); (yaitu: Islam) secara sempurna
dan luas, (dengan hanya berlandaskan): Al-Kitab dan As-Sunnah dengan pemahaman
para Salaf yang mereka telah dipuji dalam dalil-dalil Al-Kitab dan As-Sunnah.
(Anggapan salah
tentang “As-Salafiyyah”) ini merupakan persangkaan yang dibuat oleh suatu kaum
yang memang mereka lari dari kata (“As-Salaf”) yang baik dan diberkahi ini,
yang pondasinya adalah kokoh pada akar
sejarah umat ini sampai tersambung dengan generasi pertama. Kaum tersebut
menyangka bahwa kata (“As-Salaf”) ini didapat dari pergerakan perbaikan yang
dibawa oleh Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad ‘Abduh ketika penjajahan Inggris
di Mesir.[15]
Orang yang
mengatakan atau menukil pendapat ini sangatlah bodoh terhadap sejarah
penggunaan (kata “As-Salaf”) ini yang bersambung dengan As-Salafush Shalih;
baik secara makna, lafazh, maupun zaman. Karena sungguh, para ulama terdahulu
telah menyifati setiap orang yang mengikuti pemahaman Shahabat radhiyallaahu
‘anhum dalam masalah ‘Aqidah dan Manhaj: dengan mengatakan bahwa dia adalah
seorang Salafi.
Ahli sejarah
Islam Al-Hafizh Imam Adz-Dzahabi menukil perkataan Al-Hafizh Ad-Daruquthni:
“Tidak ada sesuatu pun yang lebih aku benci dibandingkan ilmu kalam.” Kemudian
beliau (Adz-Dzahabi) berkata: “Orang ini (Ad-Daruquthni) tidak pernah memasuki
ilmu kalam maupun debat, dia juga tidak mendalaminya, bahkan dia adalah seorang
Salafi.”[16]
Syaikh Ahmad bin
Muhammad Al-Hanbali -salah seorang murid Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah- mengirimkan
surat kepada murid-murid Syaikhul Islam dengan mengatakan: “…Kalau Allah Ta’aalaa
memudahkan perkara-perkara besar ini; maka insyaa Allaah karya-karya
Syaikhul Islam akan menjadi simpanan yang baik untuk Islam dan kaum muslimin, modal
yang besar untuk (orang setelahnya) yang menulis (dengan mengambil faedah
darinya), menukil darinya, dan menolong jalan Salaf di atas kaidah-kaidahnya,
serta (bermanfaat bagi) orang yang mengeluarkan (faedah) dan meringkas(nya),
(hal itu akan berlangsung) sampai akhir masa insyaa Allaahu Ta’aalaa;
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Allah akan
senantiasa menanam benih dalam agama yang akan Dia gunakan untuk taat kepada
Allah….”[17]”
-diterjemahkan oleh: Ahmad Hendrix,
dari “Al-Jamaa’aat Al-Islaamiyyah” (hlm.539-545- cet. th. 1425 H/2004 M),
karya Syaikh Salim bin ‘Id Al-Hilali hafizhahullaah-.
Lihat
selengkapnya dalam: “Mengenal Manhaj Salafi” (hlm. 7-21):
https://drive.google.com/file/d/0B3FT6ui1GzNVd1EzUUhlenFqd2c/view
https://drive.google.com/file/d/0B3FT6ui1GzNVd1EzUUhlenFqd2c/view
[1] Lisaanul ‘Arab (IX/159).
[2] HR. Muslim (no. 2450 (98)).
[3] Diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu
Sa’d dalam “Ath-Thabaqaat”. Dan Guru kami Syaikh Al-Albani rahimahullaah
dalam “Adh-Dha’iifah”: melemahkannya dengan sebab ‘Ali bin Zaid bin
Jud’an.
[4]
Tahriirul Maqaalah Min Syar-hi ar-Risaalah (hlm. 36).
[5] Iljaamul ‘Awwaam ‘An ‘Ilmil
Kalaam (hlm. 62).
[6]
Syarh Jauharah at-Tauhiid (hlm. 116).
[7]
Fat-hul Baarii (VI/66).
[10] Dalam Muqaddimah (hlm. 16).
[11] Diriwayatkan oleh Al-Ajurri dalam “Asy-Syarii’ah”
dan lainnya, dengan sanad yang shahih.
[12]
Ini adalah hadits yang mutawatir.
[13]
Majmuu’ Fataawaa (IV/149).
[14] Lihatlah apa yang ditulis oleh
Doktor Al-Buthi dalam kitabnya: “As-Salafiyyah Marhalah Zamaniyyah
Mubaarakah Laa Madzhab Islaamiyy” (As-Salafiyyah hanyalah zaman (keemasan)
yang diberkahi dan bukan merupakan madzhab (manhaj) Islami).
Kitab
ini secara lahiriyah kelihatannya adalah rahmat; akan tetapi isinya adalah
bid’ah dan fitnah. Di antaranya:
1.
Usaha memburukkan para Salaf dari segi Manhaj ‘ilmiyyah mereka dalam sumber
rujukan, cara pendalilan, dan pengambilan hukum. Sehingga dia menganggap mereka
seperti orang-orang yang buta huruf, tidak memahami Al-Kitab kecuali hanya
angan-angan.
2.
Menjadikan “As-Salafiyyah” hanyalah zaman (keemasan) secara sejarah saja yang
telah berlalu dan selesai, serta tidak akan kembali lagi, sehingga yang tersisa
hanyalah kenangan dan angan-angan.
3.
Pengakuan bahwa: penisbatan kepada “As-Salaf” adalah bid’ah, sehingga dia telah
mengingkari suatu perkara yang (sudah masyhur) memenuhi pendengaran (para
ulama) dan saling dinukilkan oleh mereka.
4.
Membahas Manhaj Salaf hanya untuk membenarkan Manhaj Khalaf (orang-orang
belakangan), sehingga akhirnya dia menganggap: justru Manhaj Khalaf lah yang
menjaga dari kesesatan berbagi hawa nafsu. Maka dia telah menyembunyikan banyak
hakikat sejarah yang menampakkan bahwa Madzhab Khalaf lah yang menyampaikan
kepada robohnya kepribadian kaum muslimin dan peremehan terhadap Manhaj Islami,
serta tersesatnya umat Islam sehingga mereka menjadi santapan umat-umat
lainnya!
Dan
sekelompok ulama telah membantahnya (Al-Buthi), dan menjelaskan kontradiksi,
kegoncangan, dan fanatiknya(!).
[15] Sebagaimana disebutkan dalam Kitab
(“As-Salafiyyah Marhalah Zamaniyyah…”).
[16] Siyar A’laamin Nubalaa’ (XVI/457).
[17] Al-Jaami’ Li Siirah Syaikhil
Islaam Ibni Taimiyyah (hlm. 98).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar