BERMANHAJ SALAF SECARA
TA’SHIIL DAN TAFSHIIL
“Ketahuilah, bahwa
kembali kepada Al-Kitab dan As-Sunnah berdasarkan Manhaj Salafush Shalih ialah
… cara beragama kita atau manhaj kita harus sesuai dengan Manhaj-nya Salafush
Shalih; yaitu:
1. Beragama dengan ilmu
bukan dengan kebodohan. Sedangkan ilmu itu ada di dalam Al-Kitab dan As-Sunnah
bersama perjalanan Salafush Shalih.
2. Bermanhaj dengan
Manhaj Salaf:
SECARA TA’SHIL; yaitu:
- Berdasarkan dalil dan
hujjah atau alasan yang kuat yang diambil dari Al-Kitab dan As-Sunnah bahwa:
wajib bagi kita bermanhaj dengan Manhaj Salaf. Lalu diterangkan dalilnya satu
persatunya; sehingga kita memiliki ilmu yakin bahwa Manhaj Salaf-lah yang Haq,
sedangkan yang selainnya bathil dan sesat.
Kemudian SECARA
TAFSHIL; yaitu:
- Secara terperinci dan
menyeluruh sehingga kita betul-betul mengenal Manhaj Salaf dari segala
jurusannya; bukan secara mujmal (global) dan setengah-setengah.
Dari sini kita
mengetahui kesalahan sebagian yang mengaku sebagai Ahlus Sunnah atau
Salafiyyin; tetapi TIDAK TA’SHIL dan TAFSHIL dalam menjelaskan manhaj Salaf;
baik secara: Ilmu, Amal dan Dakwah.
MEREKA HANYA BERADA DI
TEPI PANTAI DARI SAMUDERANYA MANHAJ SALAF YANG SANGAT LUAS DAN DALAM SEKALI.
ATAU MEREKA HANYA
BERADA DI LUAR ISTANA YANG SANGAT MEGAH DARI MANHAJ SALAF YANG SANGAT AGUNG DAN
MULIA INI; YANG PADA HAKIKATNYA INILAH ISLAM YANG SESUNGGUHNYA.
ATAU DENGAN KATA LAIN:
MEREKA HANYA MENGENAL NAMA KEMUDIAN MENYANDANGKANNYA PADA DIRI MEREKA BAHWA
MEREKA ADALAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH.”
[Telah Datang Zamannya
(hlm. 72-74), karya Fadhilatul Ustadz ‘Abdul Hakim bin ‘Amir Abdat
-hafizhahullaah-]
TA’SHIL:
Didalam Al-Qur’an dan As-Sunnah banyak sekali
dalil-dalil yang menunjukkan wajibnya mengikuti para shahabat dalam
masalah-masalah agama, diantaranya:
A.
Dalil-Dalil
dari Al-Qur’an
1.
Allah Ta’aalaa
berfirman:
فَإِنْ آمَنُوا بِمِثْلِ مَا آمَنْتُمْ بِهِ فَقَدِ
اهْتَدَوْا وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ فَسَيَكْفِيكَهُمُ
اللَّهُ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Maka jika mereka telah
beriman sebagaimana yang kalian (para Shahabat) imani, sungguh, mereka
telah mendapat petunjuk. Tetapi jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka
berada dalam permusuhan (denganmu). Maka Allah mencukupkan engkau (Muhammad)
terhadap mereka (dengan pertolongan-Nya). Dan Dia Maha Mendengar, Maha
Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 137)
2.
Allah Ta’aalaa
berfirman:
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ
لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى
وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
“Dan barangsiapa
menentang Rasul (Muhammad) setelah jelas kebenaran baginya, dan dia mengikuti
jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin (para Shahabat), Kami biarkan
dia dalam kesesatan yang telah dilakukannya itu dan akan Kami masukkan dia ke
dalam Neraka Jahannam, dan itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An-Nisaa’:
115)
3.
Allah Ta’aalaa
berfirman:
وَالسَّابِقُونَ الأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ
وَالأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ
وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأَنْهَارُ
خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Dan
orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang
Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik,
Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah. Allah menyediakan
bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal
di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung.” (QS. At-Taubah: 100)
B.
Dalil-Dalil
dari As-Sunnah
1.
Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِـيْ، ثُـمَّ الَّذِيْـنَ
يَلُـوْنَهُمْ، ثُـمَّ الَّذِيْـنَ يَلُـوْنَهُمْ...
“Sebaik-baik manusia
adalah pada masaku ini (yaitu masa para Shahabat), kemudian yang sesudahnya
(masa Tabi’in), kemudian yang sesudahnya (masa Tabi’ut Tabi’in).” [Muttafaqun
‘Alaihi: HR. Al-Bukhari (no. 2652) dan Muslim (no. 2533 (212), dari
‘Abullah bin Mas’ud -radhiyallaahu ‘anhu-]
2.
Sabda
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Iftiraaqul Ummah
(perpecahan umat):
...وَإِنَّ هٰذِهِ الْأُمَّةَ سَـتَفْتـَرِقُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِـيْـنَ
مِلَّةً -يَعْنِـيْ: الْأَهْوَاءَ-، كُلُّهَا فِـي الـنَّارِ إِلَّا وَاحِدَةً،
وَهِيَ الْـجَمَاعَةُ...وَفِـيْ رِوَايَـةٍ: مَا أَنَا عَلَـيْهِ وَأَصْحَابِـيْ.
“…Dan sungguh, umat ini akan berpecah belah menjadi
tujuh puluh tiga golongan -yakni: para pengikut hawa nafsu (bid’ah)-; semuanya
masuk Neraka kecuali satu, yaitu al-Jama’ah.” [Shahih: HR. Ahmad (IV/102),
dan lain-lain dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallaahu ‘anhumaa dengan sanad
yang hasan, dan ada beberapa penguat yang mengangkat hadits ini menjadi shahih]
Dalam riwayat
lain: “(Yang mengikuti) apa yang aku dan para Shahabatku berada diatasnya.” [Hasan: HR. At-Tirmidzi (no.
2641) dan lain-lain dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallaahu ‘anhumaa]
3.
Di antara dalil dari As-Sunnah yang menunjukkan
atas hal ini adalah: hadits dari ‘Irbadh bin Sariyah
radhiyallaahu ‘anhu dia berkata: Suatu hari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam pernah shalat bersama kami, kemudian beliau menghadap kepada kami dan
memberikan nasehat kepada kami dengan nasehat yang menjadikan air mata
berlinang dan membuat hati bergetar, maka seseorang berkata: “Wahai Rasulullah,
nasehat ini seakan-akan nasehat dari orang yang akan berpisah, maka apa yang
anda pesankan kepada kami?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ،
وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا، فَإِنَّهُ مَنْ يَـعِـشْ مِنْكُمْ بَعْدِيْ فَسَيَرَى
اخْتِلَافًا كَثِـيْرًا، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِـيْ وَسُنَّةِ الْـخُلَفَاءِ
الْمَهْدِيِّــيْـنَ الـرَّاشِدِيْنَ، تَـمَسَّكُوْا بِـهَا، وَعَضُّوْا عَلَيْهَا
بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُـحْدَثَاتِ الْأُمُوْرِ، فَإِنَّ كُلَّ
مُـحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ.
“Aku berwasiat kepada
kalian agar selalu bertakwa kepada Allah, selalu mendengar dan taat (kepada
ulil amri), walaupun yang memerintah kalian adalah seorang budak dari Habasyah.
Sungguh, orang yang masih hidup di antara kalian sepeninggalku; niscaya ia akan
melihat banyak perselisihan, maka wajib atas kalian berpegang teguh kepada
Sunnahku dan Sunnah Khulafa-ur Rasyidin yang mendapat petunjuk. Peganglah
erat-erat dan gigitlah dia dengan gigi geraham. Dan jauhilah oleh kalian
perkara-perkara yang diada-adakan (dalam agama), karena setiap perkara-perkara
yang diada-adakan adalah Bid'ah, dan
setiap Bid'ah adalah kesesatan.” [Shahih: HR. Ahmad (IV/126), Abu Dawud
(no. 4607), At-Tirmidzi (no. 2676), Ibnu Majah (no. 42) dan lain-lain,
dishahihkan oleh Imam Al-Albani dalam Irwaa-ul Ghaliil (no. 2455)]
[Lihat: Mulia Dengan
Manhaj Salaf (hlm. 55-160-cet. IX) karya Fadhilatul Ustadz Yazid bin ‘Abdul
Qadir Jawas hafizhahullaah]
TAFSHIL
Setelah kita
benar-benar memahami TA’SHIL (penjelasan pondasi secara global) diatas; maka
kita beralih kepada TAFSHIL (perincian) tentang bagaimana seorang bisa disebut
sebagai Ahlul Bid’ah atau Ahlus Sunnah.
TAFSHIL (perincian)
inilah yang akan disebutkan -sebagiannya- oleh Imam Ahmad bin Hanbal (wafat
th.241 H) rahimahullaah dalam kitabnya Ushuulus Sunnah ini, beliau berkata:
“Termasuk Sunnah yang harus
(diikuti); dimana orang yang meninggalkan salah satunya, tidak menerimanya dan
tidak beriman dengannnya maka dia bukan termasuk Ahlus Sunnah:
-
Beriman kepada
takdir yang baik maupun yang buruk.”
-
“Al-Qur’an
adalah Kalaam (firman) Allah dan bukan makhluk.”
-
“Beriman kepada
ar-Ru’yah (kaum mukminin akan melihat Allah pada Hari Kiamat).”
-
“Beriman dengan
adanya al-Miizaan (timbangan amal) pada Hari Kiamat.”
-
“Beriman dengan
adanya al-Haudh (telaga milik Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam).”
-
“Beriman dengan
adanya adzab kubur.”
-
“Beriman dengan
adanya Syafa’at Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.”
-
“Iman adalah
perkataan dan perbuatan, (bisa) bertambah dan berkurang.”
-
“Yang terbaik
dari umat (Islam) ini -setelah Nabi-nya- adalah: Abu bakr Ash-Shiddiq, kemudian
‘Umar...” “Barangsiapa mencela salah seorang shahabat Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam atau membencinya…maka dia merupakan Mubtadi’ (Ahlul Bid’ah).”
-
“Mendengar dan
taat kepada para imam dan pemimipin kaum mukminin; baik (pemimpin itu) orang
yang baik maupun orang yang bermaksiat.”
-
“Surga dan
Neraka sudah diciptakan.”
-
“Barangsiapa
yang mati dari kalanganan ahli kiblat (kaum muslimin) dalam keadaan bertauhid;
maka dia di-shalat-kan (jenazahnya) dan dimintakan ampun (kepada Allah)
baginya. Jangan dihalangi dari permintaan ampunan baginya dan jangan (sampai)
meninggalkan men-shalat-kan (jenazah)nya dikarenakan dosa yang diperbuatnya,
baik dosa kecil maupun dosa besar.”
[Ushuulus Sunnah (hlm.
42-87- tahqiiq Syaikh Walid bin Muhammad Nabih bin Saifun Nashr)]
Inilah pemaparan dari
Imam Ahmad; Imam Ahlus Sunnah, yang dengannya menjadi jelas: Siapa yang disebut
Ahlul Sunnah (Salafiyyun). Alhamdulillaah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar