Sabtu, 25 Februari 2017

13- SATU PEMBAHASAN TENTANG ISTILAH SALAFI



SATU PEMBAHASAN TENTANG ISTILAH SALAFI
1. TA’SHIIL

Imam Abu Dawud As-Sijistani (penulis kitab “Sunan Abu Dawud” dan salah satu murid Imam Ahmad) berkata: Saya mendengar Ahmad bin Hanbal ditanya: Apakah ada rukh-shah (keringanan) bagi seseorang untuk mengatakan: “Al-Qur’an adalah Kalaamullaah” kemudian dia diam?” Maka beliau (Imam Ahmad) menjawab:

وَلِـمَ يَـسْـكُـتُ؟! وَلَـوْ لَا مَـا وَقَـعَ فِـيْـهِ الـنَّـاسُ؛ كَـانَ يَـسَـعُـهُ السُّـكُـوْتُ، وَلٰـكِـنْ حَـيْـثُ تَـكَـلَّـمُـوْا فِـيْـمَا تَـكَـلَّـمُـوْا؛ لِأَيِّ شَـيْءٍ لَا يَـتَـكَـلَّـمُـوْنَ؟!

“Kenapa diam?! Kalaulah bukan karena manusia terjatuh (kedalam Bid’ah ini); tentulah dia boleh diam. Akan tetapi tatkala mereka (Jahmiyyah) mengeluarkan perkataan mereka (bahwa Kalaamullaah adalah makhluk-pent); maka atas dasar apa kemudian mereka (Ahlus Sunnah) tidak berbicara (menjelaskan kebenaran-pent).”

Setelah meriwayatkan perkataan Imam Ahmad ini; Imam Abu Bakar Muhammad bin Husain Al-Ajurri (wafat th. 360 H) –rahimahulaah- berkata:

“Makna perkataan Imam Ahmad dalam hal ini adalah: bahwa kaum mukminin (awalnya) tidak berselisih bahwa Al-Qur’an adalah Kalaamullaah. Akan tetapi tatkala datang Jahm (bin Shafwan) membawa kekufuran dengan perkataanya: “Al-Qur’an adalah makhluk”, maka tidak boleh bagi para ulama melainkan harus membantahnya dengan mengatakan: “Al-Qur’an adalah Kalaamullaah, bukan makhluk”, tidak boleh ragu dan tidak boleh tawaqquf (tidak mengambil sikap). Barangsiapa yang tidak mau mengatakan: “bukan makhluk”, maka dia dinamakan Waqifi, orang yang ragu dalam agamanya.”

[Asy-Syarii’ah (hlm. 87-tahqiiq Muhammad Hamid Al-Fiqqi)]

2. TAFRII’ (CABANG PEMBAHASAN)

Awalnya kaum muslimin adalah tidak berpecah belah sehingga dicukupkan dengan penyebutan muslim dan mukmin, sampai akhirnya terjadilah apa yang dikabarkan oleh Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- dalam sabda beliau:

...وَإِنَّ هٰذِهِ الْأُمَّةَ سَـتَـفْـتَــرِقُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِـيْـنَ مِلَّةً -يَعْنِـيْ: الْأَهْوَاءَ-، كُلُّهَا فِـي النَّارِ إِلَّا وَاحِدَةً، وَهِيَ الْـجَمَاعَةُ...وَفِـيْ رِوَايَـةٍ: مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِـيْ

“…Dan sungguh, umat ini akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan -yakni: para pengikut hawa nafsu (bid’ah)-; semuanya masuk Neraka kecuali satu, yaitu Al-Jamaa’ah.”  Dalam riwayat lain: “(Yang mengikuti) apa yang aku dan para Shahabatku berada diatasnya.”

Umat Islam berpecah belah dengan bermuncul-annya kelompok-kelompok Ahlul Bid’ah, dan yang selamat adalah yang mengikuti Nabi -shallallaahu ‘alaihi was allam- dan para Shahabat beliau -radhiyallaahu ‘anhum ajma’iin-. Maka yang ingin menempuh jalan ini harus membedakan diri dengan kelompok-kelompok Ahlul Bid’ah. Maka: “Sesungguhnya istilah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah muncul ketika timbul bid’ah-bid’ah yang meyesatkan sebagian manusia. Maka perlu nama untuk membedakan umat Islam yang komitmen berpegang dengan Sunnah. Nama itu adalah Ahlus Sunnah sebagai lawan Ahlul Bid’ah. Ahlus Sunnah juga disebut Al-Jama’ah; karena mereka adalah kelompok asal (asli); sedangkan orang-orang yang terpecah dari Ahlus Sunnah -dikarenakan bid’ah dan hawa nafsu- adalah orang-orang yang menyelisihi mereka (Ahlus Sunnah Wal Jama’ah).

Sedangkan saat ini, istilah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah telah menjadi rebutan berbagai kaum dan jama’ah yang beraneka ragam. Bisa kita saksikan sendiri: banyak kaum hizbi yang menyebut jama’ah dan organisasi mereka dengan istilah ini. Bahkan beberapa thariqah (tarekat) Sufi melakukan hal yang sama. Sampai-sampai Asy’ariyah, Maturidiyah, Berelwiyah dan lain-lainnya mengatakan: “Kami adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.”

Namun mereka semua menolak untuk menamakan diri mereka dengan Salafiyah! Mereka menjauhkan diri untuk menisbatkan diri mereka kepada Manhaj Salaf!! Terlebih lagi dalam kenyataan dan hakikat (keyakinan dan amalan) mereka!!

[Ru’yah Waqi’iyyah Fil Manaahij Al-Jadiidah (hlm. 22- cet. I) karya Syaikh ‘Ali bin Hasan Al-Halabi –hafizhahullaah-, lihat perkataan beliau selengkapnya pada: Al-Maqaalaat (2); Makalah Keempat Puluh Empat: Sururi Menolak Penyebutan Dakwah Mereka Dengan Dakwah Salafiyah.]

Dengan demikian; maka terbedakanlah orang yang ingin mengikuti Nabi -shallallaahu ‘alaihi was allam- dan para Shahabat beliau -radhiyallaahu ‘anhum- dengan mengatakan bahwa dirinya adalah Salafi (pengikut Salaf/Shahabat).

Wallaahu A’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar