Sabtu, 25 November 2017

KAJIAN 'AQIDAH THAHAWIYYAH (1)

MUQADDIMAH
- Pentingnya mempelajari ‘Aqidah
Syaikh Imam ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullaah berkata:
“Dan telah diketahui dengan dalil-dalil syar’i -dari Al-Qur’an dan As-Sunnah- bahwa: segala amal dan ucapan tidak akan sah dan tidak akan diterima kecuali jika muncul dari ‘Aqidah Shahihah. Jika ‘Aqidah seseorang itu tidak benar; maka akan gugur segala cabangnya; berupa amalan dan ucapan; sebagaimana friman Allah Ta’aalaa:
{...وَمَنْ يَكْفُرْ بِالْإِيْـمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِـي الْآخِرَةِ مِنَ الْـخَاسِرِيْـنَ}
“…Barangsiapa kafir setelah beriman; maka sungguh, hapuslah amalannya, dan di akhirat dia termasuk orang-orang rugi.” (QS. Al-Maa-idah: 5)
Dan Allah Ta’aalaa berfirman:
{وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكَ لَـئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُوْنَنَّ مِنَ الْـخَاسِرِيْنَ}
“Dan sungguh, telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: “Sungguh, jika kamu mempersekutukan (Allah); niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah engkau termasuk orang yang rugi”.” (QS. Az-Zumar: 65)
Dan masih banyak lagi ayat-ayat Al-Qur’an tentang masalah ini.”[1]
- Di Antara Keistimewaan ‘Aqidah Thahawiyyah
Kitab ‘Aqidah yang ditulis oleh Imam At-Thahawi rahimahullaah ini termasuk kitab ‘Aqidah dari ulama terdahulu, karena beliau wafat tahun 321 H.  Dan sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullaah:
“Semakin suatu kitab itu terdahulu zamannya; maka lebih mendekati kebenaran, karena berarti dekat dengan generasi-generasi yang diutamakan.”[2]
Yakni: generasi-generasi yang Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam jelaskan keutamaannya dalam sabda beliau:
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِـيْ، ثُـمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ، ثُـمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ...
“Sebaik-baik manusia adalah pada masaku ini (yaitu masa para Shahabat), kemudian yang sesudahnya (masa Tabi’in), kemudian yang sesudahnya (masa Tabi’ut Tabi’in).”[3]
- Tentang Penulis
Kitab ini dinamakan ‘Aqidah Thahawaiyyah dikarenakan disandarkan kepada penulisnya; yaitu: Imam Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad bin Salamah Ath-Thahawi (239 H - 321 H). Awalnya beliau belajar madzhab Syafi’i kepada pamannya: Imam Al-Muzanni, yang termasuk dari murid Imam Asy-Syafi’i, kemudian berpindah ke madzhab Hanafi, mengikuti madzhab Imam Abu Hanifah. Di antara karya Imam Ath-Thahawi yang terkenal adalah: “Syarh Ma’aanil Aatsaar” tentang fiqih, dan “Syarh Musykilil Aatsaar” tentang hadits-hadits yang musykil (terlihat bertententangan antara satu dengan lainnya).
MATAN (REDAKSI) KITAB:
Imam Ath-Thahawi rahimahullaah berkata:
هَذَا ذِكْرُ بَيَانِ عَقِيْدَةِ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْـجَمَاعَةِ، عَلَى مَذْهَبِ فُقَهَاءِ الْمِلَّةِ: أَبِـيْ حَنِيْفَةَ النُّعْمَانِ بْنِ ثَابِتٍ الْكُوْفِـيِّ، وَأَبِـيْ يُوْسُفَ يَعْقُوبَ بْنِ إِبْرَاهِيْمَ الْأَنْصَارِيِّ، وَأَبِـيْ عَبْدِ اللهِ مُـحَمَّدِ بْنِ الْـحَسَنِ الشَّيْبَانِـيِّ -رِضْوَانُ اللهِ عَلَيْهِمْ أَجْـمَعِيْنَ- وَمَا يَعْتَقِدُوْنَ مِنْ أُصُوْلِ الدِّيْنِ، وَيَدِيْنُونَ بِهِ رَبَّ الْعَالَمِيْنَ.
“Kitab ini adalah penyebutan tentang ‘Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah berdasarkan madzhab para ahli fiqih agama ini; yaitu: Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit Al-Kufi, Abu Yusuf Ya’qub bin Ibrahim Al-Anshari, dan Abu ‘Abdillah Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani -semoga Allah meridhai mereka semua-, dan (kitab ini merupakan) penjelasan prinsip-prinsip agama yang mereka berpegang dengannya dalam ketaatan kepada Allah Rabb seluruh alam.”
PENJELASAN:
Syaikh Doktor Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullaah berkata:
“Dalam (perkataan penulis) ini terdapat bantahan atas orang-orang yang menisbatkan diri kepada madzhab Hanafi pada zaman sekarang atau pada masa-masa belakangan, mereka menisbatkan diri kepada madzhab Hanafi; akan tetapi menyelisihi Abu Hanifah dalam ‘Aqidah, mereka hanya mau mengikuti madzhab beliau dalam fiqih saja, akan tetapi menyelisihi dalam ‘Aqidah, mereka justru mengambil ‘Aqidah ahli kalam dan ahli manthiq.
Demikian juga terjadi pada orang-orang yang menisbatkan diri kepada madzhab Syafi’i, orang-orang belakangan di antara mereka: menyelisihi Imam Syafi’i dalam ‘Aqidah, mereka hanya menisbatkan diri kepada beliau dalam fiqih saja.
Demikian juga banyak dari pengikut madzhab Maliki belakangan; mereka tidak berada di atas ‘Aqidah Imam Malik, akan tetapi mereka hanya mengambil madzhab Imam Malik dalam fiqih saja, adapun dalam ‘Aqidah; maka mereka mengikuti jalan-jalan dan para pengikut madzhab-madzhab belakangan.”[4]
MATAN (REDAKSI) KITAB:
Imam Ath-Thahawi rahimahullaah berkata:
نَقُوْلُ فِـيْ تَوْحِيْدِ اللهِ -مُعْتَقِدِيْنَ بِتَوْفِيْقِ اللهِ-:
“Kami mengatakan tentang Tauhiidullaah (mentauhidkan Allah) dengan meyakininya -semata-mata berkat taufik (petunjuk) dari Allah-:
PENJELASAN:
Tauhid yaitu: Mengesakan Allah terhadap sesuatu yang khusus bagi-Nya; baik dalam Rububiyyah-Nya, Uluhiyyah-Nya, maupun Asma’ (nama-nama) dan Sifat-Nya.
Sehingga Tauhid terbagi menjadi tiga.
(1)- Tauhid Rububiyyah berarti: Mengesakan Allah dalam segala apa yang dilakukan oleh Allah; baik mencipta, memberi rizki, menghidupkan dan mematikan, serta mengimani bahwa Allah adalah Raja, Penguasa, dan Rabb yang mengatur segala sesuatu.
Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa berfirman:
{اللهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ...}
“Allah pencipta segala sesuatu….” (QS. Az-Zumar: 62)
Allah juga berfirman:
{وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللهِ رِزْقُهَا...}
“Dan tidak ada satu pun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rizkinya…” (QS. Hud: 6)
(2)- Tauhid Uluhiyyah artinya: Mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah saja, tidak ada sekutu bagi-Nya, dalam segala jenis ibadah, seperti: berdo’a, isti’anah (meminta tolong), istighatsah (minta tolong di saat sulit), nadzar, tawakkal, dan lain-lain dari macam-macam ibadah.
Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa berfirman:
{إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ}
“Hanya kepada Engkau-lah kami beribadah dan hanya kepada Engkau-lah kami mohon pertolongan.” (QS. Al-Fatihah: 5)
(3)- Tauhid Asma’ wa Shifat adalah: Menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah yang Allah dan Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wa sallam tetapkan atas diri-Nya, dengan tidak menyamakan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk-Nya, serta mensucikan-Nya dari segala sifat kekurangan.
Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa berfirman:
{...لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْـبَصِيْرُ}
“…Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Yang Maha Mendengar, Maha Melihat.” (QS. Asy-Syuuraa: 11)
MATAN (REDAKSI) KITAB:
Imam Ath-Thahawi rahimahullaah berkata:
[١]- إِنَّ اللهَ وَاحِدٌ لَا شَرِيْكَ لَهُ

[1]- “Sesungguhnya Allah Maha Esa, tidak ada sekutu (tandingan) bagi-Nya.”
PENJELASAN:
Syaikh Doktor Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullaah berkata:
“Inilah Tauhid; bahwa Allah adalah: Esa dalam Rububiyyah-Nya,  Esa dalam Uluhiyyah-Nya, dan Esa dalam Nama-Nama & Sifat-Sifat-Nya”[5]
MATAN (REDAKSI) KITAB:
Imam Ath-Thahawi rahimahullaah berkata:
[٢]- وَلَا شَيْءَ مِثْلُهُ

[2]- “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya.”
PENJELASAN:
Perkataan ini terambil dari firman Allah Ta’aalaa:

{...لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْـبَصِيْرُ}
“…Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.” (QS. Asy-Syuuraa: 11)
Maka dalam ayat ini mengandung kaidah besar bagi Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dalam pembahasan Nama-Nama & Sifat-Sifat Allah, terutama untuk membantah kelompok yang menyimpang dalam masalah ini; karena di dalamnya terdapat:
(1)- Penafian, terdapat dalam firman Allah:
{لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ}
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia”
Ini sebagai bantahan kepada Ahlu Tamtsil, yaitu: orang-orang yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya (kelompok Mumatstsilah), karena sebagaimana disebutkan di sini bahwa: “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia”; sehingga: sifat-sifat Allah tidak sama dengan sifat-sifat makhluk-Nya.
(2)- Penetapan, terdapat dalam firman Allah:
{وَهُوَ السَّمِيْعُ الْـبَصِيْرُ}
“Dan Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.”
Yakni: selain Allah menafikan kesamaan diri-Nya dengan  makhluk-Nya; maka Dia juga menetapkan nama-nama dan sifat-sifat bagi diri-Nya. Maka ini merupakan bantahan untuk Mu’aththilah; yaitu: kelompok yang menolak Nama-Nama & Sifat-Sifat Allah, yang telah Allah dan Rasul-Nya tetapkan.
-ditulis oleh: Ahmad Hendrix-


[1] Al-‘Aqiidah ash-Shahiihah Wa Maa Yudhaadduhaa (hlm. 3-4)
[2] It-haaful Qaari Bit Ta’liiqaat ‘Alaa Syarhis Sunnah Lil Imam Al-Barbahari (II/77).
[3] Muttafaqun ‘Alaih: HR. Al-Bukhari (no. 2652) dan Muslim (no. 2533 (212)), dari Shahabat ‘Abullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu.
[4] At-Ta’liiqaat Al-Mukhtasharah ‘Alal ‘Aqidah Ath-Thahaawiyyah (hlm. 27).
[5] At-Ta’liiqaat Al-Mukhtasharah ‘Alal ‘Aqidah Ath-Thahaawiyyah (hlm. 32).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar