Senin, 23 Oktober 2017

TASHFIYAH & TARBIYAH

Syaikh Salim bin ‘Id Al-Hilali hafizhahullaah berkata:
“Cara-Cara Manhaj Salaf Dalam Melakukan Perubahan:
1. Tashfiyah (Pemurnian)
Sungguh perkara-perkara ini tidak akan terwujud kecuali dengan kembalinya kaum muslimin kepada Islam mereka yang telah dibersihkan dari hal-hal yang memasukinya, sebagaimana sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِـيْنَةِ، وَأَخَذْتُـمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ، وَرَضِيْتُمْ بِالزَّرْعِ، وَتَرَكْتُمُ الْـجِهَادَ؛ سَلَّطَ اللهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّا؛ لَا يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوْا إِلَـى دِيْـنِكُمْ
“Jika kalian telah berjual beli dengan sistem Bai’ul ‘Iinah[1], kalian memegang ekor-ekor sapi dan ridha dengan pertanian, dan kalian meninggalkan jihad; niscaya Allah akan menjadikan kehinaan menguasai kalian, Dia tidak akan mencabut (kehinaan) itu (dari kalian); hingga kalian kembali kepada agama kalian.”[2]
Dan yang kami maksud dengan Tashfiyah (Pemurnian) adalah dalam berbagai perkara:
a. Memurnikan ‘Aqidah Islamiyyah dari pendapat-pendapat berbagai kelompok sesat; seperti: Mu’tazilah, Jahmiyyah, Khawarij, Murji’ah, Shufiyyah, dan Syi’ah. Seperti: pengingkaran terhadap sifat-sifat Allah dan mentakwilnya, penolakan terhadap hadits-hadits Ahad yang shahih dikarenakan berkaitan dengan ‘aqidah, dan dzikir-dzikir shufi yang syirik.
b. Memurnikan madzhab-madzhab Islam dari ijtihad-ijtihad yang salah dan menyelisihi Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya. Dan pentingnya hal ini akan tampak bagi pembahas yang mempelajari fiqih perbandingan madzhab.[3]
c. Memurnikan kamus-kamus bahasa Arab dari hal-hal yang dimasukkan oleh para ahli Nahwu belakangan yang menempuh jalan Mu’tazilah; berupa istilah-istilah yang tidak asalnya dalam bahasa Arab; (yang mereka masukkan) dengan tujuan untuk melariskan bid’ah takwil. Seperti persangkaan mereka bahwa bahasa terbagi dua: hakikat dan majaz.
d. Memurnikan sejarah Islam dari hal-hal yang dimasukkan oleh para pendusta dan pengikut mereka dari kalangan orientalis, seolah-olah sejarah kaum muslimin dipenuhi oleh para penyanyi, para pemuda, musik, dan majlis nyanyian. Seolah-olah para khalifah kaum muslimin adalah para pencari syahwat dan kelezatan; sehingga mereka tidak perduli terhadap urusan Islam dan kaum muslimin. Seperti yang mereka lakukan terhadap sejarah khalifah muslim: Harun Ar-Rasyid rahimahullaah.
Dan dalil-dalil yang menunjukkan atas pentingnya Tashfiyah adalah banyak, di antara yang paling jelas adalah hadits Ibrahim bin ‘Abdurrahman Al-‘Adzri secara mursal bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَـحْمِلُ هٰذَا الْعِلْمَ مِنْ كُلِّ خَلَفٍ عُدُوْلُهُ: يَـنْـفُوْنَ عَنْهُ تَـحْرِيْفَ الْغَالِيْنَ، وَانْتِحَالَ الْمُبْطِلِيْنَ، وَتَأْوِيْلَ الْـجَاهِلِيْنَ
“Ilmu ini dibawa -pada setiap generasi- oleh orang-orang ‘adil (terpercaya) yang menolak: penyelewengan yang dilakukan orang-orang yang ghuluw (berlebih-lebihan), pemalsuan orang-orang yang batil, dan takwil yang dilakukan oleh orang-orang yang bodoh.”[4]
Segi pendalilannya adalah: bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyifati ahli ilmu yang melaksanakan kewajiban Tashfiyah dengan sifat ‘adaalah (terpercaya); dimana mereka membersihkan Islam dari penyelewengan, takwil, dan pemalsuan; agar Islam menjadi murni dan bersih sebagaimana diturunkan kepada Muhammad Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
2. Tarbiyah (Pembinaan)
Tashfiyah tidak akan memberikan buahnya kecuali dengan men-tarbiyah (membina/mendidik) kaum muslimin di atas Islam yang telah di-tashfiyah (dimurnikan).
Dan yang dimaksud dengan Tarbiyah adalah: sampainya jiwa manusia kepada kesempurnaannya yang sesuai dengannya; sedikit demi sedikit.
Murabbi (yang mentarbiyah) secara hakiki adalah Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa, karena Dial ah Yang menciptakan makhluk dan Yang memberi berbagai pemberian, sebagaimana Dia kabarkan pada penutup surat Al-Qur’an:
{قُلْ أَعُوْذُ بِــرَبِّ النَّاسِ * مَلِكِ النَّاسِ * إِلٰـهِ النَّاسِ}
“Katakanlah: Aku berlindung kepada Rabb manusia, Raja manusia, Sesembahan manusia.” (QS. An-Naas: 1-3)
Dan hal tersebut juga telah ditetapkan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
اَللّٰهُمَّ آتِ نَفْسِيْ تَقْوَاهَا، وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا، أَنْتَ وَلِــيُّهَا وَمَوْلَاهَا
“Ya Allah, berikanlah ketakwaan kepada diriku, dan sucikanlah ia; sebab Engkau adalah sebaik-baik Rabb yang menyucikannya, Engkau Pelindung dan Pemeliharanya.”[5]
Oleh karena itulah: Tarbiyah dinisbatkan kepada Ar-Rabb (Allah) Tabaaraka Wa Ta’aalaa; sehingga dikatakan: Tarbiyah Rabbaniyyah.”
-diterjemahkan oleh: Ahmad Hendrix, dari “Al-Jamaa’aat Al-Islaamiyyah” (hlm.546-548- cet. th. 1425 H/2004 M), karya Syaikh Salim bin ‘Id Al-Hilali hafizhahullaah-


[1] Yaitu: menjual sesuatu dengan bayaran yang tidak kontan, kemudian membelinya kembali -sebelum mendapatkan bayaran- dengan kontan tapi lebih murah dari harga sebelumnya.
[2] HR. Abu Dawud, Ahmad, Al-Baihaqi, dan lainnya, dari beberapa jalan, dari Ibnu ‘Umar. Dan ada penguat dari hadits Jabir bin ‘Abdullah, sehingga dua riwayat ini Shahih Lighairihi; sebagaimana saya jelaskan dalam juz tersendiri: “Ad-Durar ats-Tsamiinah al-Muntaqaah Min Hadiits al-‘Iinah”.
[3] Untuk rincian masalah ini bisa dilihat: “I’laamul Muwaqqi’iin” karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, dan “Iiqaazh Himam Ulil Abshaar” karya Al-Fullani.
[4] Telah saya luaskan pembicaraan atas hadits ini -secara riwayah dan dirayah- dalam juz tersendiri: “Irsyaadul Fuhuul Ilaa Tahriirin Nuquul Fii Tash-hiih Hadiitsil ‘Uduul”, dan saya jelaskan bahwa hadits ini Shahih Lighairihi.
[5] HR. Muslim.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar