Minggu, 22 Oktober 2017

MENGENAL MANHAJ SALAFI



SALAF DAN SALAFIYYAH
SECARA BAHASA, ISTILAH, DAN WAKTU
Syaikh Salim bin ‘Id Al-Hilali hafizhahullaah berkata:
[1]- “Seorang yang menempuh Manhaj Salafi; maka disyaratkan harus berada di atas bashiirah (ilmu dan keyakinan):
{قُلْ هٰذِهِ سَــبِـيْـلِيْ أَدْعُوْ إِلَى اللهِ عَلَى بَـصِيْـرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّــبَعَنِـيْ وَسُــبْـحَانَ اللهِ وَمَا أَنَـا مِنَ الْمُشْرِكِيْـنَ}
“Katakanlah (Wahai Rasul)!: ‘Inilah jalanku, aku berdakwah (mengajak) kepada Allah dengan bashiirah (hujjah yang nyata); aku dan orang-orang yang mengikutiku, Maha Suci Allah, dan aku tidak termasuk orang-orang musyrik’.” (QS. Yusuf: 108)…
[2]- Kata (Salaf) ini secara bahasa menunjukkan atas: orang yang terdahulu dan mendahului dengan ilmu, iman, keutamaan, dan kebaikan.
Ibnu Manzhur berkata: “Dan Salaf juga bermakna: orang yang mendahuluimu; dari nenek moyangmu dan karib kerabatmu yang mereka adalah di atasmu dari segi usia dan keutamaan. Oleh karena itulah generasi pertama dari umat ini -dari kalangan Tabi’in- disebut sebagai As-Salaf Ash-Shalih.”[1]
Saya katakan: termasuk juga (kata “As-Salaf” secara bahasa): sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam kepada putrinya; Fathimah:
فَإِنَّـهُ نِعْمَ الـسَّلَفُ أَنَـا لَكِ
“Maka sungguh, sebaik-baik Salaf (pendahulu) bagimu adalah aku.”[2]
Dan diriwayatkan dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam: sabda beliau kepada putrinya; Zainab, ketika dia wafat radhiyallaahu ‘anhaa: “Hendaklah engkau menyusul Salaf kita yang Shalih: ‘Utsman bin Madz’un.”[3]
[3]- Adapun secara istilah; maka (Salaf) adalah sifat yang digunakan secara mutlak bagi para Shahabat radhiyallaahu ‘anhum, dan selain mereka juga berserikat pada nama itu dengan mengikuti dan meneladani (para Shahabat).
Al-Qalsyani berkata: “As-Salaf Ash-Shalih adalah: generasi pertama yang kokoh dalam keilmuannya, mereka berpetunjuk dengan petunjuk Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan menjaga Sunnah beliau. Allah Ta’aalaa memilih mereka untuk menemani Nabi-Nya, menyaring mereka untuk menegakkan agama-Nya, dan meridhai mereka untuk menjadi imam-imam bagi umat ini. Mereka berjihad di jalan Allah dengan sebenar-benar jihad, mereka mencurahkan usaha untuk memberi nasehat dan manfaat bagi umat, dan mereka mengorbankan jiwa-jiwa mereka dalam mencari keridhaan Allah.
Dan Allah telah memuji mereka dalam kitab-Nya dengan firman-Nya:
{مُـحَمَّدٌ رَسُــوْلُ اللهِ وَالَّذِيْـنَ مَـعَـهُ أَشِـدَّاءُ عَـلَى الْـكُفَّارِ رُحَـمَاءُ بَــيْنَهُمْ...}
“Muhammad adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersama dengan dia: bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka… (QS. Al-Fath: 29)
Dan firman Allah Ta’aalaa:
{لِلْـفُقَرَاءِ الْمُهَاجِرِيْنَ الَّذِيْنَ أُخْرِجُوْا مِنْ دِيَارِهِمْ وَأَمْوَالِـهِمْ يَـبْـتَـغُوْنَ فَضْلًا مِنَ اللهِ وَرِضْوَانًا وَيَنْصُرُوْنَ اللهَ وَرَسُوْلَهُ أُوْلٰئِكَ هُمُ الصَّادِقُوْنَ}
“(Harta rampasan itu juga) untuk orang-orang fakir yang berhijrah yang terusir dari kampung halamannya dan meninggalkan harta bendanya demi mencari karunia dari Allah dan keridhaan(-Nya) dan (demi) menolong (agama) Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hasyr: 8)
Dan Allah Ta’aalaa menyebutkan kaum Muhajirin dan Anshar dalam ayat ini. Kemudian Allah memuji para pengikut mereka, dan Allah meridhainya dan orang-orang yang datang setelah mereka.
Dan Allah mengancam dengan adzab atas orang yang menyelisihi mereka dan mengikuti selain jalan mereka; Dia berfirman:
{وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُوْلَ مِنْ بَعْدِ مَا تَــبَــيَّـنَ لَهُ الْـهُدَى وَيَــتَّبــعْ غَيْرَ سَبِيْلِ الْمُؤْمِنِيْنَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيْرًا}
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul (Muhammad) setelah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin; Kami biarkan dia dalam kesesatan yang telah dilakukannya itu, dan Kami masukkan dia ke dalam Neraka Jahannam, dan (Neraka Jahannam) itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An-Nisaa’: 115)
Maka wajib mengikuti mereka dalam apa yang mereka nukilkan, dan meneladani jejak mereka dalam apa yang mereka amalkan, dan memohonkan ampunan bagi mereka, Allah Ta’aalaa berfirman:
{وَالَّذِيْنَ جَاءُوْا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُوْلُوْنَ رَبَّــنَا اغْفِرْ لَــنَا وَلإخْوَانِــنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْإِيْـمَانِ...}
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdo’a: “Wahai Rabb kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami…” (QS. Al-Hasyr: 10).”[4]
Dan Ahlul Kalam dari zaman dahulu sampai sekarang juga menetapkan istilah (Salaf) ini.
Al-Ghazali berkata -memberikan pengertian Salaf-: “Yakni: madzhab para Shahabat dan Tabi’in.”[5]
Al-Baijuri berkata: “Yang dimaksud dengan Salaf adalah: orang yang terdahulu; dari kalangan para Nabi, Shahabat, Tabi’in, dan Tabi’ut Tabi’in.”[6]
Para ahli ilmu pada generasi utama juga telah saling menukilkan istilah ini untuk menunjukkan atas zaman Shahabat dan Manhaj mereka:
1. Imam Al-Bukhari berkata dalam Kitab Shahiih-nya: Rasyid bin Sa’d berkata: “Para Salaf dahulu menyukai kuda jantan, kerena lebih kencang dan lebih kuat.”[7]
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullaah menafsirkan kata “As-Salaf” dengan perkataannya: “Yakni: dari kalangan para Shahabat dan orang-orang setelah mereka.”
Saya katakan: Yang dimaksud adalah: para Shahabat radhiyallaahu ‘anhum; karena Rasyid bin Sa’d adalah seorang Tabi’in, maka Salaf menurutnya adalah: para Shahabat radhiyallaahu ‘anhum, tidak diragukan lagi.
2. Imam Al-Bukhari juga berkata: “Bab: Keadaan Para Salaf Yang Menyimpan Makanan, Daging, Dan Lain-Lain Dalam Safar (Perjalanan) Mereka.”[8]
Saya katakan: Yang dimaksud adalah: para Shahabat radhiyallaahu ‘anhum.
3. Beliau juga berkata: Az-Zuhri berkata tentang tulang binatang -seperti gajah dan lainnya-: “Saya dapati sekelompok Salaf ulama menyisir (rambut) dengannya, dan meminyaki dengan menggunakannya, mereka tidak menganggap masalah terhadap hal tersebut.”[9]
Saya katakan: Yang dimaksud adalah para Shahabat radhiyallaahu ‘anhum; karena Az-Zuhri adalah seorang Tabi’in.
4. Imam Muslim meriwayatkan dalam Muqaddimah Shahiih-nya, dari jalan Muhammad bin ‘Abdullah, dia berkata: Saya mendengar ‘Ali bin Syaqiq berkata: Saya mendengar ‘Abdullah bin Mubarak berkata di hadapan manusia: “Tinggalkanlah hadits (yang diriwayatkan oleh) ‘Amr bin Tsabit; kerena sungguh dia mencela Salaf.”[10]
Saya katakan: Yang dimaksud adalah para Shahabat radhiyallaahu ‘anhum.
5. Al-Auza’i berkata: “Sabarkanlah dirimu di atas Sunnah, dan berhentilah sebagimana kaum (Salaf) berhenti (tidak membicarakan), katakanlah sesuai dengan apa yang mereka katakana, tempuhlah jalan As-Salafush Shalih; karena sungguh, akan mencukupimu apa yang telah mencukupi mereka.”[11]
Saya katakan: Yang dimaksud adalah para Shahabat ridhwaanallaahi ‘alaihim.
Oleh karena itulah: kata “As-Salaf” mendapatkan makna secara istilah ini, yang tidak digunakan pada selainnya.
[4]- Adapun secara waktu; maka (kata “As-Salaf”) tersebut digunakan untuk menunjukkan atas generasi terbaik dan paling berhak untuk diteladani dan diikuti; yaitu tiga generasi utama yang dipersaksikan dengan kebaikan melalui lisan sebaik-baik manusia: Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam dengan sabda beliau:
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِيْ، ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ، ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ، ثُمَّ يَـجِيْءُ أَقْوَامٌ تَسْبِقُ شَهَادَةُ أَحَدِهِمْ يَـمِيْنَهُ، وَيَـمِيْنُهُ شَهَادَتَهُ
 “Sebaik-baik manusia adalah generasiku (mereka yang hidup pada masaku), kemudian yang setelahnya, kemudian yang setelahnya. Kemudian akan datang orang-orang dimana kesaksian salah seorang di antara mereka mendahului sumpahnya, dan sumpahnya mendahului kesaksiannya.”[12]
Akan tetapi membatasi hanya secara waktu saja adalah tidak tepat untuk pengertian kata “As-Salaf”, karena kita ketahui banyak dari kelompok sesat dan bid’ah telah muncul benih-benihnya pada waktu tersebut. Oleh karena itulah: keberadaan seseorang di zaman tersebut tidaklah mencukupi untuk menghukuminya bahwa dia berada di atas Manhaj Salaf selama dia tidak sesuai dengan para Shahabat radhiyallaahu ‘anhum dalam memahami Al-Kitab dan As-Sunnah. Sehingga para ulama mengikatnya dengan istilah: As-Salaf Ash-Shalih (Salaf yang shalih).
Dari sini kita mengetahui bahwa istilah “As-Salaf” ketika digunakan; maka tidak hanya berlaku pada zaman saja, akan tetapi digunakan untuk para Shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dan orang yang mengikuti mereka dengan baik.
Atas tinjauan ini; maka telah tetap istilah “As-Salaf”, yaitu digunakan untuk orang yang menjaga keselamatan ‘Aqidah dan Manhaj di atas (jalan) yang Rasulullah shallallaahu ‘alahi wa sallam dan para Shahabatnya berada di atasnya, sebelum terjadinya perselisihian dan perpecahan.
[5]- Adapun kata “As-Salafiyyah”; maka ini merupakan penisbatan kepada “As-Salaf”, dan ini merupakan penisbatan yang terpuji kepada Manhaj yang lurus, dan bukan mengada-adakan madzhab yang baru.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullaah berkata:
لَا عَيْبَ عَلَى مَنْ أَظْهَرَ مَذْهَبَ السَّلَفِ، وَانْتَسَبَ إلَيْهِ، وَاعْتَزَى إلَيْهِ، بَلْ يَـجِبُ قَبُولُ ذٰلِكَ مِنْهُ بِالْاِتِّـــفَاقِ، فَإِنَّ مَذْهَبَ السَّلَفِ لَا يَكُوْنُ إلَّا حَقًّا
“Tidak ada aib bagi orang yang menampakkan madzhab Salaf dan menisbatkan diri kepadanya, bahkan wajib menerima yang demikian itu darinya berdasarkan kesepakatan (para ulama), karena madzhab Salaf itu pasti benar.”[13]
Sebagian orang yang sebenarnya dia tahu akan tetapi sengaja menyelewengkan makna: ketika dia menyebut “As-Salaf”; maka dia menganggap bahwa itu adalah: sebuah ruang lingkup baru untuk sebuah jama’ah Islam baru, yang melepaskan dirinya dari inti jam’ah Islam yang (harusnya hanya) satu, kemudian (jama’ah baru) ini menjadikan pengertian tertentu untuk dirinya, sehingga (merasa) berbeda dengan kaum muslimin lainnya dari segi hukum-hukum dan kecondongannya. Bahkan merasa berbeda dari mereka dari segi asal muasalnya dan berbagai timbangan akhlaknya.[14]
Maka ini sama sekali tidak sesuai dengan realita Manhaj Salafi. Karena “As-Salafiyyah” maknanya adalah: Islam yang dibersihkan dari kotoran-kotoran peradaban terdahulu dan warisan kelompok-kelompok (sesat); (yaitu: Islam) secara sempurna dan luas, (dengan hanya berlandaskan): Al-Kitab dan As-Sunnah dengan pemahaman para Salaf yang mereka telah dipuji dalam dalil-dalil Al-Kitab dan As-Sunnah.
(Anggapan salah tentang “As-Salafiyyah”) ini merupakan persangkaan yang dibuat oleh suatu kaum yang memang mereka lari dari kata (“As-Salaf”) yang baik dan diberkahi ini, yang pondasinya adalah kokoh  pada akar sejarah umat ini sampai tersambung dengan generasi pertama. Kaum tersebut menyangka bahwa kata (“As-Salaf”) ini didapat dari pergerakan perbaikan yang dibawa oleh Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad ‘Abduh ketika penjajahan Inggris di Mesir.[15]
Orang yang mengatakan atau menukil pendapat ini sangatlah bodoh terhadap sejarah penggunaan (kata “As-Salaf”) ini yang bersambung dengan As-Salafush Shalih; baik secara makna, lafazh, maupun zaman. Karena sungguh, para ulama terdahulu telah menyifati setiap orang yang mengikuti pemahaman Shahabat radhiyallaahu ‘anhum dalam masalah ‘Aqidah dan Manhaj: dengan mengatakan bahwa dia adalah seorang Salafi.
Ahli sejarah Islam Al-Hafizh Imam Adz-Dzahabi menukil perkataan Al-Hafizh Ad-Daruquthni: “Tidak ada sesuatu pun yang lebih aku benci dibandingkan ilmu kalam.” Kemudian beliau (Adz-Dzahabi) berkata: “Orang ini (Ad-Daruquthni) tidak pernah memasuki ilmu kalam maupun debat, dia juga tidak mendalaminya, bahkan dia adalah seorang Salafi.”[16]
Syaikh Ahmad bin Muhammad Al-Hanbali -salah seorang murid Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah- mengirimkan surat kepada murid-murid Syaikhul Islam dengan mengatakan: “…Kalau Allah Ta’aalaa memudahkan perkara-perkara besar ini; maka insyaa Allaah karya-karya Syaikhul Islam akan menjadi simpanan yang baik untuk Islam dan kaum muslimin, modal yang besar untuk (orang setelahnya) yang menulis (dengan mengambil faedah darinya), menukil darinya, dan menolong jalan Salaf di atas kaidah-kaidahnya, serta (bermanfaat bagi) orang yang mengeluarkan (faedah) dan meringkas(nya), (hal itu akan berlangsung) sampai akhir masa insyaa Allaahu Ta’aalaa; Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Allah akan senantiasa menanam benih dalam agama yang akan Dia gunakan untuk taat kepada Allah….”[17]
-diterjemahkan oleh: Ahmad Hendrix, dari “Al-Jamaa’aat Al-Islaamiyyah” (hlm.539-545- cet. th. 1425 H/2004 M), karya Syaikh Salim bin ‘Id Al-Hilali hafizhahullaah-.
Lihat selengkapnya dalam: “Mengenal Manhaj Salafi” (hlm. 7-21):
https://drive.google.com/file/d/0B3FT6ui1GzNVd1EzUUhlenFqd2c/view





[1] Lisaanul ‘Arab (IX/159).
[2] HR. Muslim (no. 2450 (98)).
[3] Diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Sa’d dalam “Ath-Thabaqaat”. Dan Guru kami Syaikh Al-Albani rahimahullaah dalam “Adh-Dha’iifah”: melemahkannya dengan sebab ‘Ali bin Zaid bin Jud’an.
[4] Tahriirul Maqaalah Min Syar-hi ar-Risaalah (hlm. 36).
[5] Iljaamul ‘Awwaam ‘An ‘Ilmil Kalaam (hlm. 62).
[6] Syarh Jauharah at-Tauhiid (hlm. 116).
[7] Fat-hul Baarii (VI/66).
[8] Fat-hul Baarii (IX/552).
[9] Fat-hul Baarii (I/342).
[10] Dalam Muqaddimah (hlm. 16).
[11] Diriwayatkan oleh Al-Ajurri dalam “Asy-Syarii’ah” dan lainnya, dengan sanad yang shahih.
[12] Ini adalah hadits yang mutawatir.
[13] Majmuu’ Fataawaa (IV/149).
[14] Lihatlah apa yang ditulis oleh Doktor Al-Buthi dalam kitabnya: “As-Salafiyyah Marhalah Zamaniyyah Mubaarakah Laa Madzhab Islaamiyy” (As-Salafiyyah hanyalah zaman (keemasan) yang diberkahi dan bukan merupakan madzhab (manhaj) Islami).
Kitab ini secara lahiriyah kelihatannya adalah rahmat; akan tetapi isinya adalah bid’ah dan fitnah. Di antaranya:
1. Usaha memburukkan para Salaf dari segi Manhaj ‘ilmiyyah mereka dalam sumber rujukan, cara pendalilan, dan pengambilan hukum. Sehingga dia menganggap mereka seperti orang-orang yang buta huruf, tidak memahami Al-Kitab kecuali hanya angan-angan.
2. Menjadikan “As-Salafiyyah” hanyalah zaman (keemasan) secara sejarah saja yang telah berlalu dan selesai, serta tidak akan kembali lagi, sehingga yang tersisa hanyalah kenangan dan angan-angan.
3. Pengakuan bahwa: penisbatan kepada “As-Salaf” adalah bid’ah, sehingga dia telah mengingkari suatu perkara yang (sudah masyhur) memenuhi pendengaran (para ulama) dan saling dinukilkan oleh mereka.
4. Membahas Manhaj Salaf hanya untuk membenarkan Manhaj Khalaf (orang-orang belakangan), sehingga akhirnya dia menganggap: justru Manhaj Khalaf lah yang menjaga dari kesesatan berbagi hawa nafsu. Maka dia telah menyembunyikan banyak hakikat sejarah yang menampakkan bahwa Madzhab Khalaf lah yang menyampaikan kepada robohnya kepribadian kaum muslimin dan peremehan terhadap Manhaj Islami, serta tersesatnya umat Islam sehingga mereka menjadi santapan umat-umat lainnya!
Dan sekelompok ulama telah membantahnya (Al-Buthi), dan menjelaskan kontradiksi, kegoncangan, dan fanatiknya(!).
[15] Sebagaimana disebutkan dalam Kitab (“As-Salafiyyah Marhalah Zamaniyyah…”).
[16] Siyar A’laamin Nubalaa’ (XVI/457).
[17] Al-Jaami’ Li Siirah Syaikhil Islaam Ibni Taimiyyah (hlm. 98).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar